Index Price || LOCO GOLD (Open Price 1942.25 | High 1947.10 | Low 1941.30 | Close 1939.70) || HANSENG (Open Price 19227.84 | High 19272.58 | Low 19087.66 | Close 19252.00 || NIKKEI (Open Price 31830.00 | High 31985.00 | Low 31560.00 | Close 31850.00 || Index Price 11 Oktober 2013|| LOCO GOLD (Open Price 1288.07 | High 1288.80 | Low 1278.80 | Close 1282.80) || HANSENG (Open Price 23,022 | High 23,049 | Low 22,982 | Close 23020/40 || NIKKEI (Open Price 14,290 | High 14,365 | Low 14,270 | Close 14340/60 ||

Jumat, 19 Desember 2014

Bank Indonesia Ubah Aturan Lindung Nilai

PT. RIFAN FINANCINDO BERJANGKA-Peraturan Bank Indonesia mengenai aturan lindung nilai valuta asing untuk korporasi nonbank diperbaiki dengan memasukkan definisi penerimaan ekspor sebagai aset valuta asing. Perbaikan ini dilakukan untuk mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menjelaskan, ketentuan lindung nilai terkait dengan selisih antara kewajiban atau utang valuta asing (valas) dan aset valas. ”Awalnya, dengan tidak dimasukkannya penerimaan ekspor sebagai aset valas, perusahaan yang melakukan ekspor termasuk yang harus melakukan lindung nilai jika memiliki selisih dengan utang luar negeri. Padahal, eksportir sudah termasuk melakukan natural hedging karena memiliki penerimaan dalam valas,” kata Mirza, Kamis (18/12/2014).

Oktober lalu, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Nomor 16/20/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Peraturan itu mencakup tiga hal, yakni rasio lindung nilai, rasio likuiditas, dan peringkat utang.

Implementasi ketentuan itu dilakukan bertahap. Pada 1 Januari-31 Desember 2015, rasio lindung nilai ditetapkan sebesar 20 persen dari selisih negatif kewajiban valas dengan aset valas yang jatuh tempo dalam waktu enam bulan. Rasio ditambah 20 persen lagi sehingga menjadi 40 persen dari selisih negatif kewajiban dan aset valas pada tiga bulan sebelum jatuh tempo.

Rasio lindung nilai ditingkatkan menjadi masing-masing 25 persen mulai 2016 sehingga tiga bulan sebelum jatuh tempo, rasio lindung nilai menjadi 50 persen dari selisih negatif kewajiban valuta asing dan aset valas.

Tanpa ada klausul mengenai penerimaan hasil ekspor sebagai aset valas, eksportir bisa saja mengalami selisih negatif sehingga terkena kewajiban lindung nilai. Secara sederhana, lindung nilai dilakukan melalui kontrak pembelian valas dengan harga tertentu untuk waktu tertentu.

Permintaan

Kontrak pembelian ini tidak terpengaruh oleh pergerakan nilai tukar di pasar valas. Walaupun demikian, permintaan valas akan tetap meningkat jika rasio lindung nilai tidak disesuaikan. Utang luar negeri swasta pada Oktober 2014 mencapai 161,291 miliar dollar AS, tumbuh 15,1 persen selama setahun. Utang swasta sudah mencapai 54,8 persen dari total utang luar negeri Indonesia.

Aturan itu akan melindungi korporasi dari risiko nilai tukar, terutama ketika terjadi pelemahan nilai tukar rupiah. Setelah melemah karena sentimen pasar global, rupiah kembali menguat dalam dua hari terakhir. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada Kamis menguat ke Rp 12.586 per dollar AS setelah melemah hingga Rp 12.900 per dollar AS pada Selasa.

Disambut

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Anton J Supit menyambut baik revisi peraturan Bank Indonesia mengenai ketentuan lindung nilai itu. ”Penerimaan ekspor itu memang sebaiknya diakui sebagai aset valas milik eksportir. Jika suatu saat eksportir membutuhkan valas, dia tidak perlu mencari ke pasar valas sehingga mengurangi permintaan,” kata Anton.

Namun, Anton mengingatkan, masih banyak eksportir yang menyimpan valas dari penerimaan ekspor di luar negeri. Mereka justru membeli valas di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan sehingga permintaan valas meningkat. (AHA) 

SUMBER: kompas.com

Tidak ada komentar :

Posting Komentar