JAKARTA, KOMPAS.com —
Tekanan atas rupiah diproyeksikan mereda pada perdagangan, Senin
(30/6/2014). Ini seiring pelemahan mata uang dollar AS dan turunnya
harga minyak di pasar global.
Membaiknya inflasi Jerman direspons oleh penguatan euro yang tajam hingga ke angka 1.365, sementara yield Bund 10 tahun merangkak ke 1,25 persen. Di sisi lain, indeks dollar melanjutkan pelemahannya bersama dengan yield US Treasury yang terus turun. Harga minyak Brent mulai melemah secara perlahan walaupun belum ada solusi final untuk perang di Irak.
Membaiknya inflasi Jerman direspons oleh penguatan euro yang tajam hingga ke angka 1.365, sementara yield Bund 10 tahun merangkak ke 1,25 persen. Di sisi lain, indeks dollar melanjutkan pelemahannya bersama dengan yield US Treasury yang terus turun. Harga minyak Brent mulai melemah secara perlahan walaupun belum ada solusi final untuk perang di Irak.
Menurut riset Samuel Sekuritas Indonesia, pelemahan dollar AS diperkirakan berlanjut di pasar Asia hari ini. Data inflasi Eropa ditunggu sore hari ini sebelum data penjualan rumah AS diumumkan pada malam harinya.
Bersama-sama dengan mata uang Asia lainnya, rupiah menguat pada akhir pekan lalu hingga Rp 11.995 per dollar AS setelah selama beberapa hari bergerak di atas Rp 12.000 per dollar AS.
"Tekanan pelemahan dollar AS di pasar global dan meredanya kenaikan harga minyak adalah penyebab utama. Rupiah berpeluang melanjutkan penguatannya hari ini," tulisnya.
Perhatian akan kembali ke angka ekonomi domestik menjelang pengumuman angka inflasi Juni dan neraca perdagangan Mei esok. Inflasi diperkirakan turun di bawah 7 persen secara tahunan sementara defisit neraca perdagangan menipis bahkan berpeluang untuk kembali surplus.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar