JAKARTA, KOMPAS.com - Kurs dollar Amerika Serikat (AS) semakin menguat terhadap rupiah. Sepekan terakhir, pelaku pasar mulai memburu greenback. Alhasil, kurs jual dollar AS kembali menyenggol level Rp 12.000. (baca: Dekati Level 12.000, Rupiah Melorot ke Posisi Terendah 4 Bulan)
Mengacu Bank Indonesia (BI), kurs jual rata-rata dollar AS di perbankan menembus level Rp 12.028, Rabu (18/6/2014). Penelusuran KONTAN, sembilan dari 10 bank besar mematok kurs jual di atas Rp 12.000. Hanya Bank Mandiri yang menjual dollar di level Rp 11.997.
Sementara, kurs beli rata-rata di konter perbankan mencapai Rp 11.918. Dus, kurs tengah BI sebesar Rp 11.978 per dollar AS. Angka ini telah terkerek naik 238 basis poin (bsp) dari posisi Rp 11.740 pada Senin lalu (2/6).
Sementara, kurs beli rata-rata di konter perbankan mencapai Rp 11.918. Dus, kurs tengah BI sebesar Rp 11.978 per dollar AS. Angka ini telah terkerek naik 238 basis poin (bsp) dari posisi Rp 11.740 pada Senin lalu (2/6).
Kenaikan nilai tukar turut dirasakan perbankan. "Kondisi kurs seperti
ini pasti dipicu transaksi forex yang tinggi," ujar Dody Arifianto,
Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Rabu (18/6/2014).
Sejumlah bank pun mengaku, mulai ada kenaikan permintaan dollar AS. Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur OCBC NISP, mengungkapkan, permintaan dollar AS meningkat dalam beberapa hari belakangan. "Secara volume memang ada kenaikan tapi belum tahu naik berapa," ujar dia.
Sejumlah bank pun mengaku, mulai ada kenaikan permintaan dollar AS. Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur OCBC NISP, mengungkapkan, permintaan dollar AS meningkat dalam beberapa hari belakangan. "Secara volume memang ada kenaikan tapi belum tahu naik berapa," ujar dia.
Meski permintaan valuta asing (valas) naik, OCBC NISP belum mengalami
kesulitan likuiditas valas. Parwati bilang, rasio likuiditas atau loan
to deposit ratio (LDR) berdenominasi dollar AS masih longgar atau di
bawah 75 persen.
Sedikit berbeda, Panji Irawan, Head of Treasury Group Bank Mandiri
mengatakan, pemintaan dollar AS masih terbilang wajar. "Volume tidak
besar. Permintaan masih wajar," katanya. Kalau ada kenaikan itu lebih
karena aksi spekulasi. Sebab, sebagian besar eksportir membeli dollar AS
tergantung kebutuhan likuiditas dan nilai kurs yang berlaku.
Branko Windoe, Head of Treasury Bank Central Asia (BCA) menyatakan,
pelemahan rupiah di atas level Rp 12.000 per dollar AS tidak dipicu
permintaan dollar yang tinggi. Menurut Branko, kurs dollar menanjak
karena sejumlah faktor yang memicu spekulasi. Salah satunya, "Inflasi AS
lebih tinggi dari yang diperkirakan," ujar Branko.
Spekulasi lain adalah rencana Bank Sentral AS (The Fed) yang bakal
mengurangi stimulus sebesar US$ 10 miliar. Kebijakan tapering off
ditentukan pada pertemuan bulanan The Fed atawa FOMC meeting pada 18-19
Juni.
"Permintaan naik juga karena repatriasi dividen dan outflow dari
pasar modal," ujar Parwati. Branko meramal, pairing USD/IDR bergerak di
11.500-12.000 pada semester II. (Nina Dwiantika, Dea Chadiza Syafina, Issa Almawadi)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar