JAKARTA, KOMPAS.com —
Nilai tukar rupiah menembus Rp 11.800 per dollar AS. Gubernur Bank
Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menganggap kondisi rupiah tersebut
masih dapat ditoleransi.
"Masih dalam toleransi. Itu masih dalam range yang kami anggap stabil," kata Agus di Gedung DPR, Selasa (3/6/2014).
Secara fundamental, Agus mengungkapkan, bank sentral justru memperhatikan kinerja neraca pembayaran Indonesia. Selain itu, BI pun mencermati besaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan perkembangan ekonomi global.
"Perkembangan ekonomi global juga jadi perhatian, khususnya melemahnya ekonomi Tiongkok dan juga adanya gejala normalisasi ekonomi di Amerika," ujar Agus.
"Masih dalam toleransi. Itu masih dalam range yang kami anggap stabil," kata Agus di Gedung DPR, Selasa (3/6/2014).
Secara fundamental, Agus mengungkapkan, bank sentral justru memperhatikan kinerja neraca pembayaran Indonesia. Selain itu, BI pun mencermati besaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan perkembangan ekonomi global.
"Perkembangan ekonomi global juga jadi perhatian, khususnya melemahnya ekonomi Tiongkok dan juga adanya gejala normalisasi ekonomi di Amerika," ujar Agus.
Neraca pembayaran, kata dia, memiliki pengaruh besar terhadap pergerakan nilai tukar. Agus merujuk pada defisit transaksi berjalan yang ditandai dengan barang ataupun jasa. Impor BBM yang besar, kata Agus, akan menimbulkan tekanan pada defisit transaksi berjalan.
"Tapi di sisi lain pada 2013 kan defisit current account-nya ada di 3,3 persen sepanjang tahun. Di tahun 2014, kita melihat perbaikan, kita harapkan ada di bawah 3 persen," ujar Agus.
Tak hanya itu, kondisi valuta asing di Indonesia juga memengaruhi pergerakan rupiah. Kondisi ini, kata dia, perlu lebih dalam dan kuat. "Tapi kalau hari ini ada tekanan yang tinggi karena di neraca perdagangan, itu adalah kondisi yang umum," ungkapnya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar