RIO DE JANEIRO, KOMPAS.com — Presiden Brasil Dilma Rousseff mendesak semua kolega dan warga negaranya, Minggu (15/6/2014), untuk memisahkan sepak bola dan politik.
Dia meminta pula dukungan untuk tim Piala Dunia mereka alih-alih semata
menyuarakan keluhan politik karena, menurut dia, sepak bola melampaui
politik.
Rousseff, mantan gerilyawan sayap kiri yang dipenjara dan disiksa di bawah kediktatoran militer pada 1964-1985, ingat bahwa dia berada di penjara ketika Brasil memenangi gelar ketiga Piala Dunia pada 1970.
"Pada saat itu, ada segmen (masyarakat) yang mengatakan, 'Jika Anda mendukung (tim) Brasil maka Anda memperkuat kediktatoran'," ujar Rousseff mengomentari sebuah artikel yang terbit pada Minggu. "(Pernyataan) ini adalah omong kosong. Bagi saya, dilema tak pernah ada."
Rousseff, mantan gerilyawan sayap kiri yang dipenjara dan disiksa di bawah kediktatoran militer pada 1964-1985, ingat bahwa dia berada di penjara ketika Brasil memenangi gelar ketiga Piala Dunia pada 1970.
"Pada saat itu, ada segmen (masyarakat) yang mengatakan, 'Jika Anda mendukung (tim) Brasil maka Anda memperkuat kediktatoran'," ujar Rousseff mengomentari sebuah artikel yang terbit pada Minggu. "(Pernyataan) ini adalah omong kosong. Bagi saya, dilema tak pernah ada."
Sepak bola di atas politik
Meskipun jajak pendapat menunjukkan kemungkinan besar dia akan terpilih kembali dalam pemilu yang dijadwalkan berlangsung pada Oktober 2014, Rousseff mendapat hujan cemooh oleh para penyuka bola Brasil saat menonton laga pembukaan Piala Dunia 2014 antara Brasil dan Kroasia di Sao Paulo.
Namun, Rousseff menanggapi cemoohan itu dengan mengatakan bahwa dia tak akan terintimidasi penghinaan. Dalam artikelnya untuk web portal berita Piala Dunia 2014, Rousseff mengingatkan warga Brasil tentang capaian negara ini sejak 1970.
"(Saat itu) kita hidup di bawah kediktatoran, tanpa ada hak untuk berdemonstrasi (dan) membuat gerakan perlawanan politik, hak untuk berbeda pendapat dalam pandangan politik," tulis Rousseff. "(Saat itu) ada penyiksaan, penganiayaan, dan penindasan. Tapi tidak ada pertanyaan tentang (dukungan bagi timnas Brasil) itu," tegas dia.
"Saya dan teman satu sel saya tak pernah punya keraguan tentang itu dan selalu mendukung Brasil, karena sepak bola di atas politik," imbuh Rousseff. "Kemarin dan hari ini dan selamanya, orang-orang Brasil mencintai tim nasional yang merupakan representasi dari kebangsaan kita. Ia (sepak bola) ada di atas gubernur, partai politik, dan kelompok kepentingan apa pun."
Persiapan yang lambat dan bahkan kacau untuk penyelenggaraan Piala Dunia 2014, ditambah total biaya yang mencapai 11 miliar dollar AS atau lebih dari Rp 127 triliun, memicu kemarahan publik Brasil. Demonstrasi pun sudah terjadi di seantero Brasil.
Pada Minggu, demonstrasi sekalipun dalam skala kecil masih terus terjadi. Brasilia dan Rio de Janeiro termasuk daerah yang disambangi aksi unjuk rasa menjelang laga hari keempat Piala Dunia 2014, Minggu.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar