JAKARTA, KOMPAS.com
- Institusi keuangan global terus menyorot penyelenggaraan pemilihan
umum di Indonesia. Bagaimanapun, presiden yang terpilih akan sangat
mempengaruhi mood investor memutar dananya di pasar finansial Indonesia.
Sebagaimana yang ditulis dalam riset Morgan Stanley yang diterima Kompas.com, Selasa (1/7/2014), disebutkan bahwa pelaku pasar berharap figur reformis, Joko Widodo memenangkan pilpres yang akan datang.
Sebaliknya, jika Prabowo Subianto menang hal itu akan memberi dampak yang kurang bagus terhadap pasar finansial. Akibatnya, akan banyak pelarian modal ke luar negeri dan rupiah diprediksi akan melorot hingga Rp 12.300 per dollar AS.
Sebagaimana yang ditulis dalam riset Morgan Stanley yang diterima Kompas.com, Selasa (1/7/2014), disebutkan bahwa pelaku pasar berharap figur reformis, Joko Widodo memenangkan pilpres yang akan datang.
Sebaliknya, jika Prabowo Subianto menang hal itu akan memberi dampak yang kurang bagus terhadap pasar finansial. Akibatnya, akan banyak pelarian modal ke luar negeri dan rupiah diprediksi akan melorot hingga Rp 12.300 per dollar AS.
"Jokowi memenangkan pilpres, akan memberi kepastian terhadap pasar valas. Tapi sebaliknya, jika Prabowo menang, hal itu akan memicu capital outflow, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di pasar spot kami perkirakan mencapai Rp 12.300 per dollar AS," tulis Morgan Stanley
Riset tersebut disusun oleh sejumlah analis, yaitu Geoffrey Kendrick, Deyi Tan, Chetan Ahya, Hozefa Topiwalla, Jonathan F. Garner, Viktor Hjort dan Kewei Yang. Disebutkan juga bahwa jika Jokowi memenangkan pilpres, dia akan menghadapi kekuatan politik yang terbelah.
Di satu sisi ada kubu yang mendukung dirinya di pemerintahan. Adapun di kubu yang lain terdapat parpol dengan kekuatan mayoritas di parlemen. "Sepertinya akan terjadi sebuah pemerintahan yang terbelah apabila Jokowi menjadi presiden," tulis riset itu.
Para investor menilai Jokowi merupakan sosok yang reformis dan bakal mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang produktif. "Pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti India, akan terus berlangsung. Jika ada kebijakan yang mampu mendorong produktifitas, pertumbuhan ekonomi akan terus terjaga," lanjut riset itu.
Terkait dengan pasar modal, pilpres sedikit banyak akan berpengaruh terhadap volatilitas pasar. "Namun, jika Prabowo yang menang, hal itu akan semakin menambah volatilitas pasar modal."
Sebelumnya, banyak analis yang khawatir pasar finansial akan terganggu jika Prabowo menang. Dalam riset Deutsche Bank yang dirilis beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa, jika dalam pilpres nanti pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa memenangi pemilu, maka 56 persen dari investor yang disurvei mengaku akan menjual aset Indonesia. Sementara itu, ada 13 persen yang akan membeli aset di Indonesia.
Sementara itu, pialang dari PT Sucorinvest Central Gani (Sucorinvest), Isfhan Helmy mengungkapkan salah satu yang dikhawatirkan pelaku pasar adalah kebijakan yang akan ditempuh Prabowo Subianto terkait dengan harga BBM bersubsidi.
Menurut Isfhan, Prabowo melalui tim suksesnya pernah menyatakan akan tetap mempertahankan harga BBM bersubsidi. Namun konsekwensinya, pendapatan pajak dan rasio utang terhadap PDB dinaikkan.
"Ini yang dikhawatirkan pelaku pasar. Saat ini rasio utang terhadap PDB masih di kisaran 20-30 persen. Jika rasio tersebut dinaikkan hingga misalnya 50 persen, pastinya akan berpengaruh terhadap peringkat utang Indonesia. Pelaku pasar sangat khawatir dengan rencana ini," ujarnya saat berkunjung ke kantor Kompas.com, Jumat (27/6/2014).
Tidak ada komentar :
Posting Komentar