RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Amerika Serikat mengambil kebijakan yang cukup mengagetkan bagi Indonesia. Negri Paman Sam tersebut mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang.
Indonesia keluar dari daftar negara berkembang setelah Kantor Perwakilan Dagang AS atau US Trade Representative (USTR) merevisi metodologi perhitungan negara berkembang untuk investigasi atas bea masuk, yaitu sebuah bea yang dikenakan pada impor. Hal tersebut dikarenakan pedoman sebelumnya yang diterbitkan tahun 1998 sekarang sudah usang.
Ada tiga aturan mengapa sebuah negara tak lagi masuk kategori berkembang dan tak berhak mendapat perlakuan spesial dari AS. Pertama, pendapatan nasional per kapita di atas USD 12 ribu. Kedua, share ke perdagangan dunia lebih dari 0,5 persen. Ketiga, mempertimbangkan keanggotaan di organisasi ekonomi internasional.
Pendapatan nasional per kapita Indonesia baru USD 3.027 per 2018. Namun, Indonesia masuk kategori kedua dan ketiga, Perwakilan Dagang AS mempertimbangkan bahwa negara dengan share 0,5 persen atau lebih di dalam perdagangan dunia merupakan negara maju.
Ada tiga aturan mengapa sebuah negara tak lagi masuk kategori berkembang dan tak berhak mendapat perlakuan spesial dari AS. Pertama, pendapatan nasional per kapita di atas USD 12 ribu. Kedua, share ke perdagangan dunia lebih dari 0,5 persen. Ketiga, mempertimbangkan keanggotaan di organisasi ekonomi internasional.
Pendapatan nasional per kapita Indonesia baru USD 3.027 per 2018. Namun, Indonesia masuk kategori kedua dan ketiga, Perwakilan Dagang AS mempertimbangkan bahwa negara dengan share 0,5 persen atau lebih di dalam perdagangan dunia merupakan negara maju.
Keputusan itu selaras dengan keluhan Presiden Donald Trump yang sering kesal karena banyak negara mengaku masih berkembang, sehingga dapat untung dari aturan dagang AS. Misal, terkait aturan minimum subsidi produk ekspor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menyatakan, dikeluarkannya Indonesia dari negara berkembang tersebut harus ditanggapi dengan senang, Airlangga menambahkan, berdasarkan proyeksi yang sudah ada, memang Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di 2045.
Dengan status baru tersebut membuat produk Indonesia dapat berdaya saing. Keluarnya Indonesia dari daftar negara berkembang tidak membuat biaya ekspor barang menjadi naik. Sebab, sudah ada perjanjian bilateral sebelumnya yang mendasari.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan keputusan AS mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang tak memberi pengaruh besar bagi perdagangan. Sebab, keputusan AS tersebut lebih spesifik kepada tambahan bea masuk atau Countervailing Duties (CVD) barang Indonesia - RIFAN FINANCINDO
Sumber : liputan6.com