Rifan Financindo Berjangka – Untuk pertama kalinya sejak April 2000, Indek saham
Nikkei 225 diperkirakan akan menembus 20,000 pada 2015 ini. Ada enam
faktor yang bisa mendorong kenaikan Indek Nikkei 225 ini, yaitu
melemahnya Yen,
harga minyak mentah yang murah, ekonomi AS yang membaik,
pembagian deviden oleh Bank of Japan dan Dana Investasi Pensiun
Pemerintah, reformasi tata kelola korporasi, dan proposal pengurangan
pajak korporat. Sebuah jajak yang sebelumnya dilakukan oleh Nikkei
Veritas di bulan Desember 2014 menyatakan bahwa 36 dari 58 pengamat
pasar menyatakan optimisnya bahwa Nikkei tahun ini akan menembus 20,000
dengan level tertinggi bisa mencapai ke 20,440.
Prediksi kenaikan ini juga tercermin dari menguatnya pendapatan
korporat di Jepang. Meskipun perekonomian di negeri Jepang masih lambat,
pendapatan korporat masih tinggi diatas perekonomian umumnya, ungkap
Kathy Matsui dari Goldman Sachs Jepang. Diyakini bahwa keuntungan per
saham di lantai bursa utama Tokyo Stock Exchange akan naik 22% pada
tahun pertama hingga Maret 2015 ini dibandingkan tahun lalu, melemahnya
Yen memberikan keuntungan bagi para eksportir. Dibandingkan rekannya di
AS, Eropa dan Asia lainnya, perusahaan-perusahaan di Jepang berpeluang
membukukan keuntungan lebih baik.
Menurut perkiraan dari Ryota Sakagami dari SMBC Nikko Securities
mengatakan bahwa para investor asing akan menjadi pembeli besar atas
saham-saham Jepang ketika nilai keuntungan per saham mengalami
peningkatan tajam. Diperkirakan, total yang akan dibeli oleh investor
asing sejak September 2012 akan tumbuh sekitar 28 trilyun yen ($230
milyar) pada September 2015. Laju kenaikan ini tidak terpaut jauh dari
pertumbuhan yang terjadi pada periode April 2003 – Juli 2007 sebesar 39
trilyun yen, ketika PM Junichiro Koizumi melakukan serangkaian perubahan
sehingga menarik minat investor asing secara besar-besaran.
Reformasi tata kelola perusahaan yang lebih baik juga menjadi daya
tarik investor asing kepada saham-saham Jepang. Dominic Rossi, Kepala
Investasi Global dari Fidelity Worldwide Investment Inggris menyatakan
bahwa jika rata-rata tingkat pendapatan saham jepang bisa naik keatas
10%, dari sekitar 8% saat ini dengan remormasi tersebut, para investor
tentu semakin tertarik.
Jika Nikkei memang menembus 20,000, kapitalisasi pasar TSE bisa
mencapai 600 trilyun yen, kurang lebih sama saat akhir 1989, ketika
indek saham ditutup pada angka tertingginya sepanjang masa di 38,915.
Disisi lain, resiko juga bisa saja muncul. Bagi sebagian pihak, saat
saham-saham AS kembali mencetak kenaikannya di akhir akhir 2014, menjadi
perhatian akan seberapa lama kenaikan ini masih akan berlanjut. David
Tepper, seorang manajer investasi AS menyatakan bahwa kondisi saat ini
mirip dengan tahun 1998, ketika Russia dinyatakan bangkrut akibat
hutang. Bursa saham AS melejit di tahun selanjutnya, namun turun tajam
di tahun 2000 saat terjadi ledakan perusahaan-perusahaan dot-com.
Jatuhnya harga minyak disisi lain akan memberikan tekanan bagi negara
sedang berkembang. Allan Conway, dari Schroders Inggris menyatakan
bahwa para investor telah menarik dana investasinya di negara-negara
berkembang sejak tahun lalu, dan dana-dana ini dalam posisi menunggu
adanya fluktuasi yang lebih tinggi di 2015.
Kondisi Eropa sendiri masih dibayang-bayangi dengan berbagai masalah.
Pemilu di Yunani juga menyisakan persoalan di benua biru. Sementara
dibelahan timur, perekonomian Jepang yang menderita dengan enam penyakit
utama, yaitu menguatnya Yen, tertundanya kesepakatan perdagangan bebas
dengan negara-negara lain, naiknya harga listrik, tingginya pajak
korporat, kakunya hukum perburuhan dan regulasi lingkungan yang berat.
Enam masalah tersebut nampaknya masih ada di tahun ini, dengan beberapa
pengecualian Yen yang saat ini melemah. Jika reformasi Jepang tidak
berjalan, maka akan mendorong para investor melakukan aksi jual
saham-saham Jepang.
Mohamed El-Erian, Kepala Penasehat Ekonomi Allianz, menyatakan bahwa
tahun 2015 ini merupakan tahun “divergence,” mengacu pada terbelahnya
pertumbuhan ekonomi dan lingkungan moneter di AS, Jepang dan
negara-negara berkembang yang tidak lazim. Hal ini membuat neraca
perekonomian dunia tidak nyaman, alhasil ini menjadi sebuah pertanyaan
terbuka bahwa sejauh Saham-saham Jepang bisa naik di tahun ini.
Sumber : Financeroll
Tidak ada komentar :
Posting Komentar