Financeroll –
Fundamental ekonomi Indonesia untuk satu tahun ke depan diprediksi masih
akan mengalami sejumlah tantangan terutama yang bersumber dari faktor
eksternal. Karena itu, kesiapsiagaan para pengambil kebijakan baik dari
sisi moneter, fiskal maupun sektor riil akan sangat menentukan
perekonomian domestik dalam jangka pendek.
Terlebih beberapa waktu belakangan ini
nilai tukar Rupiah melemah hingga menembus angka Rp 12.000 per USD
lebih, sementara IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah mencapai angka
5.000.
Meskipun sejumlah pihak menganggap tidak ada kaitan, naiknya IHSG
juga menunjukkan bahwa kebijakan Bank Sentral AS itu juga mendorong
terjadinya pelarian modal (capital outflow) di negeri kita melalui
konsolidasi di pasar modal.
Selain pengakhiran pemberian stimulus moneter non-konvensional,
indikator di bidang ketenagakerjaan dan pertumbuhan ekonomi di AS saat
ini sudah membaik, sehingga ada kemungkinan Bank Sentral negara tersebut
akan menaikkan suku bunga acuan (the Fed rate). Nilai tukar Rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal pekan ini semakin
terpuruk. Kurs Rupiah pagi ini kembali menyentuh level Rp 12.000 per
USD.
Merujuk dari Bloomberg Dollar Index, pada Senin (29/9) siang , Rupiah pada perdagangan non-delivery forward (NDF)
melemah Rp 59 atau 0,49 persen di Rp 12.107 per USD dibandingkan
penutupan sebelumnya Rp 12.048 per USD. Kurs Rupiah dibuka di level Rp
12.090 per USD. Adapun pergerakan harian Rupiah di kisaran Rp
12.033–12.130 per USD.
Tercatat Rupiah menembus Rp 12.000 per USD. Rupiah melemah semenjak
pembukaan di Jumat pagi sampai akhirnya menembus Rp 12.000. Di saat yang
sama mata uang Asia juga melemah. Selain tekanan dolar kuat di pasar
global, ketidakpastian politik yang tersirat dari kisruh sidang
penetapan UU Pilkada, pemangkasan proyeksi pertumbuhan oleh ADB, serta
harapan defisit neraca perdagangan yang rilis minggu ini adalah faktor
lain yang ikut menekan Rupiah.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar