PT. RIFAN FINANCINDO BERJANGKA - Laju nilai
tukar rupiah terlihat masih mencoba mampu berbalik menguat di akhir
pekan lalu, setelah dirilisnya GDP kuartal II/2016 Indonesia yang jauh
lebih baik dibanding kuartal sebelumnya. Kurs rupiah pun diperkirakan
akan cenderung kembali terkonsolidasi. Diperkirakan laju rupiah akan
bergerak dalam rentang support Rp 13.129/USD serta resisten Rp
13.093/USD dan cermati sentimen yang ada.
Tercatat PDB
Indonesia kembali berada di area 5% dalam 2,5 tahun terakhir, dimana
mampu bertumbuh 5,18% (vs 4,92%) QoQ. Meski terdapat potensi penguatan
rupiah, namun masih terhalangi oleh pelemahan mata uang lainnya terhadap
USD sehingga dapat mempengaruhi laju rupiah nantinya.
Dipangkasnya
tingkat suku bunga Inggris oleh BoE menjadi 0,25% (vs 0,5%) dan
penambahan stimulus menjadi £435 miliar dari sebelumnya £375 miliar
menjadi sentimen positif bagi pergerakan laju USD seiring eksposur
terhadap laju GBP kian berkurang.
Imbasnya
tentu terhadap laju mata uang lainnya dimana cenderung mengalami
pelemahan. Apalagi laju USD terus bergerak cenderung menguat seiring
perbaikan ekonomi AS meski rilis klaim pengangguran naik tipis, namun
terimbangi membaiknya factory orders sehingga makin melemahkan mata uang
lainnya.
Laju rupiah
pun secara tidak langsung ikut terimbas pelemahan dari mata uang
lainnya. Rilis GDP yang meningkat dari periode sebelumnya (5,18% vs
4,91%) tidak mendapat respon signifikan.
Bank
Indonesia (BI) melaporkan indeks harga konsumen (IHK) pada pekan pertama
Agustus 2016 menunjukkan inflasi minus atau deflasi sebesar 0,06%. Hal
ini terutama dikarenakan penurunan dari pengeluaran angkutan udara dan
pengeluaran untuk daging ayam.
Pada Juli
2016 inflasi bulanan tercatat sebesar 0,69%. Kelompok transportasi,
termasuk tarif angkutan udara dan bahan makanan, menjadi penyumbang
terbesar kenaikan indeks harga pengeluaran. Masing-masing kelompok
mencatatkan inflasi sebesar 1,22%.
Memasuki
bulan Agustus hingga Desember 2016, BI masih melihat kontributor utama
inflasi masih dari kelompok pangan yang termasuk dalam kelompok harga
bergejolak (volatile food). BI memprediksi inflasi komponen harga
bergejolak atau inflasi pangan (volatile food) pada akhir 2016 berada
sedikit di atas 5% atau sedikit lebih tinggi dibanding inflasi pangan
tahun lalu sebesar 4,84%.
Karena itu,
inflasi dari kelompok ini harus menjadi prioritas untuk dikendalikan
dengan target bawah 5%. Tekanan utama diyakini akan datang dari musim
kemarau basah atau La Nina yang bisa mengganggu distribusi dan produksi
bahan pangan.
Inflasi
harga barang yang diatur pemerintah, juga menunjukkan masih ada potensi
tekanan. Namun, tak signifikan karena aspeknya dapat dikendalikan
pemerintah.
sumber : finacneroll.co.id
Tidak ada komentar :
Posting Komentar