Rifan Financindo Berjangka Krisis tahun 1998 lalu menjadi pelajaran penting bagi bangsa
indonesia tentang bagaimana menjaga stabilitas sistem keuangan. Biaya
ekonomi yang besar sampai konflik sosial membuat kita sadar akan
Pentingnya stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu, sistem keuangan
yang stabil haruslah tetap terjaga.
Bagi saya, stabilitas sistem keuangan tidak hanya tanggung jawab institusi tertentu saja. Menjaga stabilitas sistem keuangan merupakan kewajiban seluruh elemen bangsa termasuk kita sebagai masyarakat. Lalu apakah apakah peran yang dapat dilakukan oleh setiap elemen bangsa tersebut ?
a.) PERAN MASYARAKAT
Peran masyarakat dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dapat dilakukan melalui pendekatan financial behavior, yaitu :
Melihat Kedepan (forward looking)
Kata kunci peran masyarakat dalam menjaga stabilitas sistem keuangan adalah melihat kedepan (forward looking) dalam mengambil keputusan. Kita tidak boleh terlena dengan apa yang terjadi sebelumnya. Kita harus sadar bahwa masa “enak”, seperti periode Boom dalam siklus bisnis, itu tidak bisa bertahan selamanya. Pasti ada goncangan dimasa depan seperti kenaikan harga BBM atau kenaikan tingkat suku bunga.
Kita sering mendengar cerita Nabi Yusuf. Didalam cerita tersebut Nabi Yusuf menjelaskan bahwa bakal ada tujuh muslim paceklik setelah tujuh musim panen. Nabi Yusuf-pun memerintahkan rakyat mesir untuk “menabung” saat masa panen. Alhasil, rakyat mesir pun selamat dari tujuh musim paceklik.
Cerita Nabi Yusuf sebenarnya memberikan pelajaran bahwa kita harus memandang kedepan dan juga menyadarkan kita bahwa masa enak tak akan beralangsung selamanya namun akan ada masa sulit yang akan datang. Oleh karena itu kita harus memiliki solusinya seperti menabung.
Memiliki Informasi yang Cukup
Selama ini, kita sebagai masyarakat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang terbatas seperti harga masa lalu dan kini atau kemampuan membayar kredit selama ini. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memiliki informasi yang cukup untuk mengambil keputusan. Karena dengan memiliki informasi yang cukup, kita akan mampu mengambil keputusan dengan melihat kedepan (forward looking).
Seperti cerita Nabi Yusuf, dalam cerita tersebut Nabi Yusuf memiliki informasi akan tujuh musim panen kemudian datang tujuh musim paceklik. Dengan informasi tersebut Nabi Yusuf mengambil keputusan dengan melihat kedepan yaitu “menabung” di saat panen. Akhirnya rakyat mesir dapat mengantisipasi apa yang akan terjadi masa mendatang.
Lalu bagaimana masyarakat kita sekarang mendapatkan informasi seperti Nabi Yusuf ? Memang Nabi Yusuf telah meninggal ribuan tahun lalu. Tetapi, kita memiliki Bank Indonesia (BI) serta pemerintah. BI dan pemerintah harus berperan seperti Nabi Yusuf. Mereka harus dapat memprediksi pergerakan siklus bisnis, kapan periode enak dan kapan periode susah. Setelah itu, barulah kewajiban kita masyarakat harus mengikuti informasi maupun arahan dari BI maupun pemerintah tentang ekonomi kedepan. Dengan begitu, kita akan memiliki informasi yang cukup untuk mengambil keputusan.
Misalkan saja, kita sebagai masyarakat memiliki informasi dari BI maupun pemerintah bahwa akan terjadi kenaikan harga dan suku bunga kedepan. Dengan begitu kita akan memikirkan dampaknya terhadap kemampuannya membayar cicilan hutang dimasa mendatang. Hal tersebut akan membuat kita mempertimbangkan secara matang sebelum menetapkan keputusan untuk mengambil kredit. Alhasil, kita akan mampu mengantisipasi apa yang akan terjadi masa mendatang.
Selain itu, Masyarakat juga harus memiliki informasi kredit yang akan diambilnya seperti skema tagihan kartu kredit. Jiakalau tidak, maka masyarakat sendiri yang dirugikan.
Mendidik Agar Menjauhi Budaya Boros
Dalam teori financial behavior, manusia akan mengambil keputusan konsumsi berdasarkan konsumsi masa lalu dan saat ini. Akibatnya, pada masa enak, tingkat konsumsi akan selalu meningkat. Pertumbuhan kredit konsumsi pun juga meningkat. Alhasil, tingkat hutang masyarakat akhirnya tinggi.
Padahal kondisi enak itu tidak akan berlangsung terus menerus. Akan ada dimana masa sulit itu akan datang. Oleh karena itu, penting bagi kita mendidik diri maupun keluarga agar tidak berboros diri di saat enak. Saya teringat Misae dalam serial kartun Crayon Shinchan.
Pada saat sedang berlibur ke suatu daerah tropis, mereka bertemu makanan mewah dengan harga murah.Tapi, Misae malah melarang keluarganya untuk menyantap hidangan mewah tersebut. Misae berpendapat kalau sudah mencoba nanti akan mejadi kebiasaan untuk makan mewah dan hidup boros saat pulang di jepang nanti.
Memang konteksnya perbedaan tempat tapi intinya adalah pendidikan agar jangan terlena pada kesempatan di masa enak. Memang disaat enak ini kita mampu membeli gadget mahal tapi kita harus sadar bahwa masa ini akan ada akhirnya. Oleh karena itu, Kita harus dapat menahan diri untuk mengkonsumsi mahal yang tidak diperlukan.
Needs vs Wants
Untuk dapat menahan diri dalam masa enak tersebut kita harus mengetahui mana yang “Needs” (kebutuhan) dan mana yang “wants” (keinginan). Needs adalah sesuatu yang harus kita miliki seperti makan tiga kali sehari. Sedangkan wantssesuatu yang kita ingin miliki seperti makan di sebuah restoran mewah. Dengan membedakan needs dan wants dalam kehidupan kita maka kita dapat mengurangi tingkat konsumsi yang tidak “bermanfaat”.
Manajemen Keuangan Rumah Tangga
Pada masa enak seperti sekarang kita harus memiliki rencana dan persiapan untuk masa depan. Lalu bagaiman caranya ?
Caranya adalah dengan manajemen keuangan rumah tangga dan Individu. Masyarakat tidak boleh rakus disaat enak mereka harus menyisakan pendapatan mereka untuk kedepan seperti menabung misalnya. Kita sebagai masyarakat harus punya persiapan untuk masa buruk. Persiapaan berarti kita harus melakukan anggaran terhadap pendaptan kita. Misalnya, kita menyisakan 20 % dari pendapatan untuk masa depan dalam bentuk menabung atau investasi.
Dalam berhutang, jangan sampai rasio cicilan terhadap pendapatan kita pas-pasan. Misalnya, saat tingkat suku bunga naik maka kita mempunyai sisa pendapatan yang dimiliki untuk menambah kenaikan biaya cicilan tersebut. Kita harus memiliki “ruang” pada pendapatan untuk kejadian di masa buruk. Oleh karena itu kita harus membatasi berapa rasio maksimal cicilan kredit terhadap pendaptan. Contoh: Total cicilan perbulan adalah 30 % dari total pendaptan perbulan.
Sumber: kompas.com
Bagi saya, stabilitas sistem keuangan tidak hanya tanggung jawab institusi tertentu saja. Menjaga stabilitas sistem keuangan merupakan kewajiban seluruh elemen bangsa termasuk kita sebagai masyarakat. Lalu apakah apakah peran yang dapat dilakukan oleh setiap elemen bangsa tersebut ?
a.) PERAN MASYARAKAT
Peran masyarakat dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dapat dilakukan melalui pendekatan financial behavior, yaitu :
Melihat Kedepan (forward looking)
Kata kunci peran masyarakat dalam menjaga stabilitas sistem keuangan adalah melihat kedepan (forward looking) dalam mengambil keputusan. Kita tidak boleh terlena dengan apa yang terjadi sebelumnya. Kita harus sadar bahwa masa “enak”, seperti periode Boom dalam siklus bisnis, itu tidak bisa bertahan selamanya. Pasti ada goncangan dimasa depan seperti kenaikan harga BBM atau kenaikan tingkat suku bunga.
Kita sering mendengar cerita Nabi Yusuf. Didalam cerita tersebut Nabi Yusuf menjelaskan bahwa bakal ada tujuh muslim paceklik setelah tujuh musim panen. Nabi Yusuf-pun memerintahkan rakyat mesir untuk “menabung” saat masa panen. Alhasil, rakyat mesir pun selamat dari tujuh musim paceklik.
Cerita Nabi Yusuf sebenarnya memberikan pelajaran bahwa kita harus memandang kedepan dan juga menyadarkan kita bahwa masa enak tak akan beralangsung selamanya namun akan ada masa sulit yang akan datang. Oleh karena itu kita harus memiliki solusinya seperti menabung.
Memiliki Informasi yang Cukup
Selama ini, kita sebagai masyarakat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang terbatas seperti harga masa lalu dan kini atau kemampuan membayar kredit selama ini. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memiliki informasi yang cukup untuk mengambil keputusan. Karena dengan memiliki informasi yang cukup, kita akan mampu mengambil keputusan dengan melihat kedepan (forward looking).
Seperti cerita Nabi Yusuf, dalam cerita tersebut Nabi Yusuf memiliki informasi akan tujuh musim panen kemudian datang tujuh musim paceklik. Dengan informasi tersebut Nabi Yusuf mengambil keputusan dengan melihat kedepan yaitu “menabung” di saat panen. Akhirnya rakyat mesir dapat mengantisipasi apa yang akan terjadi masa mendatang.
Lalu bagaimana masyarakat kita sekarang mendapatkan informasi seperti Nabi Yusuf ? Memang Nabi Yusuf telah meninggal ribuan tahun lalu. Tetapi, kita memiliki Bank Indonesia (BI) serta pemerintah. BI dan pemerintah harus berperan seperti Nabi Yusuf. Mereka harus dapat memprediksi pergerakan siklus bisnis, kapan periode enak dan kapan periode susah. Setelah itu, barulah kewajiban kita masyarakat harus mengikuti informasi maupun arahan dari BI maupun pemerintah tentang ekonomi kedepan. Dengan begitu, kita akan memiliki informasi yang cukup untuk mengambil keputusan.
Misalkan saja, kita sebagai masyarakat memiliki informasi dari BI maupun pemerintah bahwa akan terjadi kenaikan harga dan suku bunga kedepan. Dengan begitu kita akan memikirkan dampaknya terhadap kemampuannya membayar cicilan hutang dimasa mendatang. Hal tersebut akan membuat kita mempertimbangkan secara matang sebelum menetapkan keputusan untuk mengambil kredit. Alhasil, kita akan mampu mengantisipasi apa yang akan terjadi masa mendatang.
Selain itu, Masyarakat juga harus memiliki informasi kredit yang akan diambilnya seperti skema tagihan kartu kredit. Jiakalau tidak, maka masyarakat sendiri yang dirugikan.
Mendidik Agar Menjauhi Budaya Boros
Dalam teori financial behavior, manusia akan mengambil keputusan konsumsi berdasarkan konsumsi masa lalu dan saat ini. Akibatnya, pada masa enak, tingkat konsumsi akan selalu meningkat. Pertumbuhan kredit konsumsi pun juga meningkat. Alhasil, tingkat hutang masyarakat akhirnya tinggi.
Padahal kondisi enak itu tidak akan berlangsung terus menerus. Akan ada dimana masa sulit itu akan datang. Oleh karena itu, penting bagi kita mendidik diri maupun keluarga agar tidak berboros diri di saat enak. Saya teringat Misae dalam serial kartun Crayon Shinchan.
Pada saat sedang berlibur ke suatu daerah tropis, mereka bertemu makanan mewah dengan harga murah.Tapi, Misae malah melarang keluarganya untuk menyantap hidangan mewah tersebut. Misae berpendapat kalau sudah mencoba nanti akan mejadi kebiasaan untuk makan mewah dan hidup boros saat pulang di jepang nanti.
Memang konteksnya perbedaan tempat tapi intinya adalah pendidikan agar jangan terlena pada kesempatan di masa enak. Memang disaat enak ini kita mampu membeli gadget mahal tapi kita harus sadar bahwa masa ini akan ada akhirnya. Oleh karena itu, Kita harus dapat menahan diri untuk mengkonsumsi mahal yang tidak diperlukan.
Needs vs Wants
Untuk dapat menahan diri dalam masa enak tersebut kita harus mengetahui mana yang “Needs” (kebutuhan) dan mana yang “wants” (keinginan). Needs adalah sesuatu yang harus kita miliki seperti makan tiga kali sehari. Sedangkan wantssesuatu yang kita ingin miliki seperti makan di sebuah restoran mewah. Dengan membedakan needs dan wants dalam kehidupan kita maka kita dapat mengurangi tingkat konsumsi yang tidak “bermanfaat”.
Manajemen Keuangan Rumah Tangga
Pada masa enak seperti sekarang kita harus memiliki rencana dan persiapan untuk masa depan. Lalu bagaiman caranya ?
Caranya adalah dengan manajemen keuangan rumah tangga dan Individu. Masyarakat tidak boleh rakus disaat enak mereka harus menyisakan pendapatan mereka untuk kedepan seperti menabung misalnya. Kita sebagai masyarakat harus punya persiapan untuk masa buruk. Persiapaan berarti kita harus melakukan anggaran terhadap pendaptan kita. Misalnya, kita menyisakan 20 % dari pendapatan untuk masa depan dalam bentuk menabung atau investasi.
Dalam berhutang, jangan sampai rasio cicilan terhadap pendapatan kita pas-pasan. Misalnya, saat tingkat suku bunga naik maka kita mempunyai sisa pendapatan yang dimiliki untuk menambah kenaikan biaya cicilan tersebut. Kita harus memiliki “ruang” pada pendapatan untuk kejadian di masa buruk. Oleh karena itu kita harus membatasi berapa rasio maksimal cicilan kredit terhadap pendaptan. Contoh: Total cicilan perbulan adalah 30 % dari total pendaptan perbulan.
Sumber: kompas.com
Tidak ada komentar :
Posting Komentar