PT RIFAN BANDUNG - Harga emas naik 0,82% minggu lalu, pelaku pasar optimis kilau si logam mulia bakal semakin terang dibanding minggu lalu. Hanya saja mengawali perdagangan perdana pekan ini harga emas cenderung melemah.
Pendorong penguatan harga emas minggu lalu adalah melemahnya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Paman Sam tenor 10 dan juga indeks dolar. Emas memiliki korelasi negatif dengan kedua aset tersebut. Artinya jika duet maut itu menguat harga emas cenderung melemah.
Penguatan yield memiliki implikasi kenaikan opportunity cost dalam memegang emas sebagai aset yang tak memberikan imbal hasil sehingga menjadi kurang menarik. Naiknya yield mengindikasikan bahwa harga instrumen investasi pendapatan tetap tersebut sedang turun.
Prospek pemulihan ekonomi AS yang lebih positif serta ekspektasi inflasi yang tinggi menimbulkan spekulasi di pasar bahwa bank sentral The Fed bakal memulai siklus pengetatan moneternya lewat tapering.
Namun dalam risalah rapat yang dirilis minggu lalu, bank sentral paling digdaya di muka bumi itu kembali menegaskan bahwa stance kebijakan moneter masih longgar. The Fed tetap akan melanjutkan program pembelian obligasi untuk menopang perekonomian agar kembali pulih seperti sediakala.
Keputusan The Fed tersebut kembali membuat pasar saham berpesta. Aset berisiko ini cenderung diburu oleh investor. Buktinya indeks S&P 500 terus cetak rekor tertinggi barunya (all time high).
Risk appetite yang sedang bagus membuat banyak orang buang muka terhadap emas. Minat yang menurun membuat harganya drop. Investor banyak yang mengalihkan uangnya ke aset digital seperti Bitcoin.
Untuk pekan ini, baik analis Wall Street maupun investor Main Street kompak dalam meramal harga emas. Mayoritas responden kedua kubu melihat prospek harga emas yang bullish. Setidaknya ada 60% dari responden masing-masing kelompok yang mengatakan demikian. Sebanyak 20% cenderung bearish dan sisanya netral - PT RIFAN
Sumber : cnbcindonesia.com