RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Mewabahnya virus Corona membuat perekonomian beberapa negara terkoreksi termasuk ekonomi Indonesia. Padahal sebelumnya banyak pihak memprediksikan bahwa pertumbuhan ekonomi bakal membaik di 2020. Laporan mencatat, insiden wabah virus Corona membuat kinerja industri manufaktur global mengalami penurunan.
Ini momentum yang baik untuk didorong agar utilisasi pabrik ditingkatkan dan kesempatan Indonesia untuk menarik investasi. Karena manajemen risiko dari negara mitra (dagang) kita bahwa Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara bisa mengantisipasi risiko global supply chain,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam acara Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan
Fundamental perekonomian Indonesia juga tetap stabil dan terjaga pada kisaran 5 persen di 2019, dengan pendorong utama berasal dari konsumsi domestik dan investasi (PMTB). Pertumbuhan ini juga sejalan dengan perbaikan kualitas indikator sosial.
Fundamental perekonomian Indonesia juga tetap stabil dan terjaga pada kisaran 5 persen di 2019, dengan pendorong utama berasal dari konsumsi domestik dan investasi (PMTB). Pertumbuhan ini juga sejalan dengan perbaikan kualitas indikator sosial.
Keberhasilan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari sinergi kebijakan yang telah dilakukan pemerintah. Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan sinergi kebijakan fiskal, moneter, reformasi struktural, serta keberlanjutan yang akan mendorong transformasi ekonomi untuk mengatasi tantangan pada 2020,” katanya.
Transformasi ekonomi yang akan dilakukan tentunya terpengaruh oleh risiko eksternal berupa defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan yang membuat Indonesia rentan terhadap gejolak eksternal, Terlepas dari itu, Indonesia diharapkan dapat terus mencetak pertumbuhan ekonomi berkualitas dan inklusif, seperti yang sudah ditargetkan untuk mencapai 5,3 persen pada 2020 ini
Sebelumnya, wabah virus Corona yang berasal dari Wuhan China menahan percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2020. China berperan besar terhadap peta ekspor, pariwisata dan investasi Indonesia, di 2019, ekspor total Indonesia ke China menempati urutan pertama di sektor migas dan 10 komoditas utama non-migas. Komponen ini memiliki nominal USD 29,76 juta dengan pangsa 17 persen dan share terhadap PDB 2,66 persen.
Begitu juga dengan impor total juga menempati urutan pertama dengan nominal USD 29,42 juta, pangsa 12,2 persen dan share terhadap PDB 2,63 persen, di sektor pariwisata, kunjungan wisman China ke Indonesia di 2019 mencapai 2,07 juta orang dengan pangsa 12,9 persen. Dalam hal ini, China menempati urutan kedua setelah wisman asal Malaysia.
Devisa dari wisman China juga menempati urutan pertama dengan mencapai USD 2,35 juta dengan pangsa 14,1 persen dan share terhadap PDB 0,21 persen, sedangkan Foreign Direct Investment (FDI China ke Indonesia di 2019 mencapai USD 4,74 juta dengan pangsa 16,8 persen dan share terhadap PDB 0,42 persen.
Dalam kondisi ketidakpastian ini, Bank Indonesia sebagai regulator tetap optimistis bisa menjaga stabilitas perekonomian nasional. Dampak virus Corona memang mengganggu ekspor Indonesia ke China, direktur DKEM IGP Bank Indonesia Wira Kusuma mengatakan, dengan semakin luasnya penyebaran virus Corona yang membuat pertumbuhan ekonomi global termasuk juga Indonesia ini bukan berarti lalu membuat Indonesia pasrah.
Sebaliknya, ini dijadikan kesempatan dan tantangan baru Indonesia membuka jalur ekspor baru, mengenai impor, misalnya, lanjut Wira dengan mengoptimalkan permintaan konsumsi domestik dan daya beli masyarakat. Kini saatnya menggerakkan produksi dalam negeri. Mencari pengganti dari sumber daya yang dimiliki.
Soal ekspor, sebagai pecutan perbaikan industri manufaktur dalam negeri. Kondisi ini memaksa untuk memperkuat dan memberi nilai tambah sebelum dijual ke luar negeri, tantangan itu akan memaksa kita menginovasi dan kita cari opportunity (kesempatan) dan bikin kita survive," kata Wira - RIFAN FINANCINDO
Sumber : liputan6.com
Transformasi ekonomi yang akan dilakukan tentunya terpengaruh oleh risiko eksternal berupa defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan yang membuat Indonesia rentan terhadap gejolak eksternal, Terlepas dari itu, Indonesia diharapkan dapat terus mencetak pertumbuhan ekonomi berkualitas dan inklusif, seperti yang sudah ditargetkan untuk mencapai 5,3 persen pada 2020 ini
Sebelumnya, wabah virus Corona yang berasal dari Wuhan China menahan percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2020. China berperan besar terhadap peta ekspor, pariwisata dan investasi Indonesia, di 2019, ekspor total Indonesia ke China menempati urutan pertama di sektor migas dan 10 komoditas utama non-migas. Komponen ini memiliki nominal USD 29,76 juta dengan pangsa 17 persen dan share terhadap PDB 2,66 persen.
Begitu juga dengan impor total juga menempati urutan pertama dengan nominal USD 29,42 juta, pangsa 12,2 persen dan share terhadap PDB 2,63 persen, di sektor pariwisata, kunjungan wisman China ke Indonesia di 2019 mencapai 2,07 juta orang dengan pangsa 12,9 persen. Dalam hal ini, China menempati urutan kedua setelah wisman asal Malaysia.
Devisa dari wisman China juga menempati urutan pertama dengan mencapai USD 2,35 juta dengan pangsa 14,1 persen dan share terhadap PDB 0,21 persen, sedangkan Foreign Direct Investment (FDI China ke Indonesia di 2019 mencapai USD 4,74 juta dengan pangsa 16,8 persen dan share terhadap PDB 0,42 persen.
Dalam kondisi ketidakpastian ini, Bank Indonesia sebagai regulator tetap optimistis bisa menjaga stabilitas perekonomian nasional. Dampak virus Corona memang mengganggu ekspor Indonesia ke China, direktur DKEM IGP Bank Indonesia Wira Kusuma mengatakan, dengan semakin luasnya penyebaran virus Corona yang membuat pertumbuhan ekonomi global termasuk juga Indonesia ini bukan berarti lalu membuat Indonesia pasrah.
Sebaliknya, ini dijadikan kesempatan dan tantangan baru Indonesia membuka jalur ekspor baru, mengenai impor, misalnya, lanjut Wira dengan mengoptimalkan permintaan konsumsi domestik dan daya beli masyarakat. Kini saatnya menggerakkan produksi dalam negeri. Mencari pengganti dari sumber daya yang dimiliki.
Soal ekspor, sebagai pecutan perbaikan industri manufaktur dalam negeri. Kondisi ini memaksa untuk memperkuat dan memberi nilai tambah sebelum dijual ke luar negeri, tantangan itu akan memaksa kita menginovasi dan kita cari opportunity (kesempatan) dan bikin kita survive," kata Wira - RIFAN FINANCINDO
Sumber : liputan6.com