PT RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Harga emas bergerak di sekitar level tertinggi delapan bulan pada hari Selasa, setelah terjebak dalam kisaran ketat selama beberapa sesi terakhir kala investor menunggu lebih banyak isyarat dari sejumlah data ekonomi yang akan dirilis minggu ini, dengan fokus khusus pada tanda-tanda resesi.
Volume perdagangan logam kuning juga terbatas oleh hari libur AS pada hari Senin, meskipun dolar mengalami pemulihan ringan.
Pasar tengah menunggu data kunci inflasi dari Zona Euro dan Inggris, serta data penjualan ritel dan produksi industri AS, untuk mengukur apakah ekonomi terbesar di dunia itu menghadapi potensi perlambatan karena kondisi moneter yang ketat.
Rapat kebijakan Bank of Japan pada hari Rabu juga menjadi fokus, setelah bank sentral secara tak terduga memberikan nada kebijakan hawkish selama rapat bulan Desember. Langkah tersebut telah membebani dolar dan sedikit mendukung harga komoditas.
Emas spot naik 0,2% di $1.918,14/oz, sementara emas berjangka naik 0,1% di $1.920,95/oz pukul 07.07 WIB. Sementara prospek melambatnya kenaikan suku bunga AS signifikan menopang logam kuning dalam beberapa pekan terakhir, emas sekarang mendapat permintaan safe haven baru dalam menghadapi potensi resesi global tahun ini.
Pasar memperkirakan potensi perlambatan di ekonomi utama saat efek pengetatan moneter yang drastis pada tahun 2022 mulai terasa. Dana Moneter Internasional (IMF) awal bulan ini memperingatkan skenario seperti itu pada tahun 2023.
Emas diperkirakan akan mendapat dorongan dari potensi resesi, mengingat hal itu bisa berpotensi membuat Fed untuk menghentikan siklus kenaikan suku bunga. Bank sentral AS telah memulai salah satu kebijakan pengetatan paling agresif pada tahun 2022, yang memicu kenaikan dolar dan memukul aset yang tidak menghasilkan imbal hasil seperti logam.
Di antara logam industri, harga tembaga naik sedikit pada hari Selasa setelah turun tajam dari level tertinggi lebih dari tujuh bulan di sesi sebelumnya. Logam merah mencatat kenaikan kuat selama sebulan terakhir di tengah prospek pemulihan permintaan di negara importir utama China.
Tetapi meski China baru-baru ini melonggarkan sebagian besar langkah-langkah anti-COVID, China juga menghadapi lonjakan besar dalam kasus COVID-19, yang telah menimbulkan keraguan atas waktu pemulihan ekonomi. Data PDB yang akan dirilis pada hari Selasa nanti diperkirakan akan menjelaskan lebih banyak tentang tren ini - PT RIFAN FINANCINDO
Sumber : investing.com
Tidak ada komentar :
Posting Komentar